04 Maret, 2015

JALAN PANJANG (1)






Saya sedang di Kota Makassar saat keinginan untuk menuliskan sesuatu ini muncul. Meski belum tahu persis apa yang akan saya tulis tapi saya terus saja meletakkan jari tangan di atas tuts-tuts laptop ini.  Dan hal pertama yang muncul dalam benak saya adalah perjalanan manusia. Setiap hari kita ada dalam aktivitas gerak. Bangun tidur, makan, bersosialisasi, tidur, bekerja, berinteraksi  dan seterusnya. Setiap dari yang kita lakukan itu adalah rangkaian rutinitas yang berulang. Setiap hari sampai saat tiba-tiba kita menjadi tua nanti. Dari rutinitas sepanjang hayat itu, kadang muncul pertanyaan; untuk apa semua pengulangan-pemgulangan itu? Untuk apa kehidupan menyajikan hal-hal seperti itu padahal kita sadar bahwa hidup lebih dari itu. Syech Bawa Muhaiyadden ketika ditanya oleh muridnya untuk apa Tuhan menghadirkan kita ke dunia ini menjawab, bahwa sebelum kita datang kemari, sesungguhnya Tuhan telah berkata: 

“Aku mengirimmu ke sekolah bernama dunia. Ia hanyalah tempat sementara. Kau harus pergi ke sana untuk sementara waktu untuk belajar mengenai sejarah-Ku, sejarahmu, dan sejarah lainnya. Kau harus mengerti siapa yang menciptakan segala sesuatu, siapa yang bertanggungjawab terhadap segala sesuatu, siapa Penjaga yang menjaga dirimu, dan apa milikmu yang sesungguhnya. Ketika kau telah belajar dan mengerti semua sejarah-sejarah ini, kau akan menyadari siapa dirimu dan siapakah Dia yang kau butuhkan, Sang Kebenaran, Dia Yang Maha Hidup.”

“Setelah kau mempelajari hal-hal ini semua’, lanjutnya, “kau harus melewati suatu ujian. Lalu kau bisa membawa apa yang menjadi milikmu dan kembali ke sini. Tapi pertama, pergilah ke sekolah dan belajar. Lalu kembalilah.”

Jadi, dunia ini adalah sekolah. Tempat belajar dan sementara. Karena ia tempat belajar, maka ia perlu pengulangan-pengulangan bagi semua murid yang bernama manusia. Sebut saja ia punya kurikulum baku. Maka meski berbeda variasi dan ragam tantangannya, semua manusia dari segala sejarah akan mengalami mata pelajaran yang sama dalam kualitasnya.

Saya menghentikan sejenak tulisan ini dan menghela napas. Seperti membuat sebuah garis kita perlu terlebih dahulu membuat deretan titik-titik patron. Begitulah sejarah dalam hidup. Saat berpindah dari satu tempat ke tempat lain, dari satu hal ke hal lain, dari satu soal ke soal lainnya dan seterusnya; maka sesungguhnya kita sedang membuat patron titik-titk kehidupan. Titik-titik itulah yang akan mebuat sebuah garis sejarah hidup. Apakah ia bermakna atau mewariskan nilai bagi kehidupan bergantung seberapa bermanfaat persinggungannya dengan sekolah manusia lainnya. Inilah yang digambarkan dalam sebuah mahfudzoh bahwa hidup hanya sekali maka hiduplah yang berarti..

(Bersambung)

Tidak ada komentar: