Saya sedang di Kota Makassar saat
keinginan untuk menuliskan sesuatu ini muncul. Meski belum tahu persis apa yang
akan saya tulis tapi saya terus saja meletakkan jari tangan di atas tuts-tuts
laptop ini. Dan hal pertama yang muncul
dalam benak saya adalah perjalanan manusia. Setiap hari kita ada dalam
aktivitas gerak. Bangun tidur, makan, bersosialisasi, tidur, bekerja,
berinteraksi dan seterusnya. Setiap dari
yang kita lakukan itu adalah rangkaian rutinitas yang berulang. Setiap hari
sampai saat tiba-tiba kita menjadi tua nanti. Dari rutinitas sepanjang hayat
itu, kadang muncul pertanyaan; untuk apa semua pengulangan-pemgulangan itu?
Untuk apa kehidupan menyajikan hal-hal seperti itu padahal kita sadar bahwa
hidup lebih dari itu. Syech Bawa Muhaiyadden ketika ditanya oleh muridnya untuk
apa Tuhan menghadirkan kita ke dunia ini menjawab, bahwa sebelum kita datang
kemari, sesungguhnya Tuhan telah berkata:
“Aku mengirimmu ke sekolah
bernama dunia. Ia hanyalah tempat sementara. Kau harus pergi ke sana untuk
sementara waktu untuk belajar mengenai sejarah-Ku, sejarahmu, dan sejarah
lainnya. Kau harus mengerti siapa yang menciptakan segala sesuatu, siapa yang bertanggungjawab terhadap segala
sesuatu, siapa Penjaga yang menjaga dirimu, dan apa milikmu yang sesungguhnya.
Ketika kau telah belajar dan mengerti semua sejarah-sejarah ini, kau akan
menyadari siapa dirimu dan siapakah Dia yang kau butuhkan, Sang Kebenaran, Dia
Yang Maha Hidup.”
“Setelah kau mempelajari hal-hal ini semua’, lanjutnya, “kau harus melewati suatu ujian. Lalu kau bisa membawa apa yang menjadi milikmu dan kembali ke sini. Tapi pertama, pergilah ke sekolah dan belajar. Lalu kembalilah.”
Jadi, dunia ini adalah sekolah.
Tempat belajar dan sementara. Karena ia tempat belajar, maka ia perlu
pengulangan-pengulangan bagi semua murid yang bernama manusia. Sebut saja ia
punya kurikulum baku. Maka meski berbeda variasi dan ragam tantangannya, semua
manusia dari segala sejarah akan mengalami mata pelajaran yang sama dalam
kualitasnya.
Saya menghentikan sejenak tulisan
ini dan menghela napas. Seperti membuat sebuah garis kita perlu terlebih dahulu
membuat deretan titik-titik patron. Begitulah sejarah dalam hidup. Saat
berpindah dari satu tempat ke tempat lain, dari satu hal ke hal lain, dari satu
soal ke soal lainnya dan seterusnya; maka sesungguhnya kita sedang membuat
patron titik-titk kehidupan. Titik-titik itulah yang akan mebuat sebuah garis
sejarah hidup. Apakah ia bermakna atau mewariskan nilai bagi kehidupan
bergantung seberapa bermanfaat persinggungannya dengan sekolah manusia lainnya.
Inilah yang digambarkan dalam sebuah mahfudzoh bahwa hidup hanya sekali maka
hiduplah yang berarti..
(Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar