25 Desember, 2007

Awal dari Kearifan (2 - habis)

”Itulah sebabnya pembelajaran tentang sabar menjadi penting. Pelajar sejati adalah orang yang mengamalkan apa yang diketahuinya untuk diri sendiri. Tanpa itu, semuanya hanya menjadi kepalsuan hampa. Sekarang, pulanglah ke rumah dan berbagilah dengan tetanggamu soal pengetahuanmu itu. Tetapi kamu tidak boleh lupa untuk mengamalkan apa-apa yang telah engkau pelajari sendiri dalam kehidupanmu sehari-hari.”

Perlahan-lahan Hussein berjalan pulang menuju kampung halamannya, sambil menafakuri apa yang telah didengarnya pagi itu. Hari mulai gelap saat ia tiba di rumah tuanya. Saat ia memandang lewat jendela rumahnya, dilihatnya istrinya sedang duduk sambil melingkarkan lengannya ke seorang pemuda sambil meremas-remas rambutnya. Ia sangat terkejut dan geram, menduga bahwa istrinya pasti telah menyeleweng selama ia pergi. Ia mengeluarkan pistol yang telah ia bawa untuk menjaga diri dari gangguan perampok. Ketika ia hampir saja menembak kedua orang itu, ia teringat akan pelajaran yang ia terima setahun penuh tentang kesabaran. Membunuh sesama manusia, jelas bukan perkara kecil!

24 Desember, 2007

Awal dari Kearifan (1)

Tulisan ini khusus untuk mengapresiasi beberapa sahabat yang kerap mengunjungi blog saya sembari meninggalkan beberapa komentar. Jujur, saya tidak tahu apa yang harus kutuliskan sehubungan dengan kemendesakan yang dilontarkan oleh kawan saya Andi Harun soal isi blog yang tidak pernah beranjak dari tampilan awal.

Karena keterbatasan waktu saya dalam membuat tulisan – apalagi yang berhubungan dengan tema kearifan – yang terlanjur menjadi pilihan tematik di tulisan pembuka blog saya; maka saya memilih untuk mengajak pengunjung bersantai sambil menyimak salah satu kisah klasik Sa’di di bawah ini:

28 Agustus, 2007

Perjalanan ke Kota Kearifan

Dikisahkan, seorang petani bermaksud menjual sekarung beras ke kota. Ketika sekarung beras itu dinaikkan ke punggung kudanya, karung itu selalu terjatuh. Setelah berpikir keras, ia mengisi satu karung lagi dengan pasir. Ia merasa puas dan bahagia karena sudah menemukan pemecahan yang menakjubkan. Kini, kedua karung itu bertengger di atas punggung kuda dalam keadaan setimbang.

Di pertengahan jalan, ia berjumpa dengan seorang yang tampaknya miskin. Tubuhnya dekil, pakaiannya lusuh dan tidak bersepatu. Ketika duduk bersama, beristirahat, sang petani mendapatkan bahwa kawan yang miskin itu ternyata adalah seorang yang sangat bijak. Ia mengetahui banyak hal. Ia mengenal tokoh-tokoh besar, mengenal kota-kota besar dunia dan juga gagasan-gagasan besar. Tiada henti-hentinya petani itu takjub dengan kepintarannya. Ia menanyakan apa yang dibawa oleh kudanya yang ia jawab satu karung berisi beras dan satunya lagi pasir. "Orang bijak" itu tertawa,